navigasi

Sunday, January 19, 2025

Prinsip-Prinsip dalam Peraturan Perundang-Undangan Indonesia

Ada empat prinsip dalam hierarki peraturan perundang-undangan, yakni sebagai berikut.

  1. Lex superiori derogat legi inferiori: peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Asas ini berlaku pada dua peraturan yang hierarkinya tidak sederajat dan saling bertentangan.
  2. Lex specialis derogat legi generali: peraturan yang lebih khusus mengesampingkan peraturan yang lebih umum. Asas ini berlaku pada dua peraturan yang hierarkinya sederajat dengan materi yang sama.
  3. Lex posteriori derogat legi priori: peraturan yang baru mengesampingkan peraturan lama. Asas ini berlaku saat ada dua peraturan yang hierarkinya sederajat dengan tujuan mencegah ketidakpastian hukum.
  4. Peraturan hanya bisa dihapus dengan peraturan yang kedudukannya sederajat atau lebih tinggi.
Sumber :
https://www.hukumonline.com/klinik/a/hierarki-peraturan-perundang-undangan-di-indonesia-cl4012/

Hierarki Peraturan Perundang-Undangan Indonesia

Pasal 7 ayat (1) UU 12/2011 menerangkan bahwa jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia terdiri atas:

  1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
  3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
  4. Peraturan Pemerintah;
  5. Peraturan Presiden;
  6. Peraturan Daerah Provinsi; dan
  7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Jenis peraturan perundang-undangan selain yang dimaksud di atas mencakup peraturan yang ditetapkan oleh:

  1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (“MPR”);
  2. Dewan Perwakilan Rakyat (“DPR”);
  3. Dewan Perwakilan Daerah (“DPD”);
  4. Mahkamah Agung;
  5. Mahkamah Konstitusi (“MK”);
  6. Badan Pemeriksa Keuangan;
  7. Komisi Yudisial;
  8. Bank Indonesia;
  9. Menteri;
  10. Badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang (“UU”) atau pemerintah atas perintah UU;
  11. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (“DPRD”) Provinsi dan DPRD kabupaten/kota; dan
  12. Gubernur, bupati/walikota, kepala desa atau yang setingkat.
Sumber :
https://www.hukumonline.com/klinik/a/hierarki-peraturan-perundang-undangan-di-indonesia-cl4012/

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Kedudukan Hukum Permen

Peraturan menteri (Permen) dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU No. 12/2011) tidak diatur dalam ketentuan Pasal ayat (1). Namun demikian, jenis peraturan tersebut keberadaannya diatur dalam Pasal 8 ayat (1) UU No. 12/2011, yang menegaskan:

“Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.” 

Walaupun ketentuan di atas tidak menyebut secara tegas jenis peraturan perundang-undangan berupa “Peraturan Menteri”, namun frase “…peraturan yang ditetapkan oleh… menteri…” di atas, mencerminkan keberadaan Peraturan Menteri sebagai salah satu jenis peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, Peraturan Menteri setelah berlakunya UU No. 12/2011 tetap diakui keberadaannya.

Pasal 8 ayat (2) UU No. 12/2011 menegaskan:
“Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.”

terdapat dua syarat agar peraturan-peraturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) UU No. 12/2011 memiliki kekuatan mengikat sebagai peraturan perundang-undangan, yaitu:
1. diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi; atau
2. dibentuk berdasarkan kewenangan.

Sumber :
https://www.hukumonline.com/klinik/a/kedudukan-peraturan-menteri-dalam-hierarki-peraturan-perundang-undangan-lt5264d6b08c174/

Kedudukan Hukum SKB Menteri

Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri mempunyai kedudukan yang sama dengan peraturan perundang-undangan yang diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat yang dibentuk berdasarkan kewenangan sesuai dengan hukum positif yang berlaku berdasarkan Pasal 8 ayat (2) UU 12/2011.

Sumber :
https://www.hukumonline.com/klinik/a/kedudukan-skb-menteri-dalam-peraturan-perundang-undangan-lt5c401dcce8628/

Kedudukan Hukum SE Menteri dan Petunjuk Teknis

Surat Edaran (SE) tidak dikategorikan sebagai peraturan perundang-undangan, dan hanya memuat pemberitahuan tentang hal tertentu yang dianggap mendesak. Sebagaimana disebutkan dalam buku Pedoman Umum Tata Naskah Dinas, cetakan Edisi I Januari 2004 dan Peraturan Menteri (Kemenpan) Nomor 22 Tahun 2008.

berdasarkan Permendagri No. 55 Tahun 2010 pasal 1 butir 43 dijelaskan bahwa SE adalah naskah dinas yang berisi pemberitahuan, penjelasan, dan/ atau petunjuk cara melaksanakan hal tertentu yang dianggap penting dan mendesak. Surat Edaran tidak juga dikategorikan sebagai peraturan perundang-undangan, bukan juga suatu norma hukum sebagaimana norma dari suatu peraturan perundang-undangan. Sehingga Surat edaran tidak dapat dijadikan dasar hukum untuk menganulir peraturan menteri, apalagi peraturan berhierarki lainnya. Sehingga di dalam Surat edaran, sebagaimana kita ketahui dari dasar pembentukan kebijakan di atas, dan untuk memperjelas makna dari kebijakan yang dikategorikan sebagai peraturan perundang-undangan, jelas dan seharusnya di dalam Surat Edaran tidak memiliki sanksi.


Sumber :
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kpknl-kisaran/baca-artikel/15099/Asas-lex-superior-derogate-legi-inferiori-dan-Kedudukan-Surat-Edaran-dalam-Perundang-undangan.html

https://bdksemarang.kemenag.go.id/berita/kedudukan-surat-edaran-dalam-peraturan-perundang-undangan

JDIH Bappenas
https://jdih.bappenas.go.id › ...PDF
kedudukan hukum peraturan/kebijakan dibawah peraturan menteri ...

https://jdih.bappenas.go.id/pengkajianhukum/detail/2863/kedudukan-hukum-peraturan--regeling--dan-peraturan-kebijakan--beleidregel--di-bawah-peraturan-menteri-ppn--kepala-bappenas