1.
One Map Policy (OMP)
Kebijakan satu peta atau “One Map Policy (OMP)
berawal di tahun 2010 ketika Unit
Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4)
menunjukkan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono peta tutupan hutan dari Kementerian
Lingkungan Hidup dan Departemen Kehutanan yang berbeda dimana al tersebut yang
mendorong Presiden SBY memerintahkan penyusunan satu peta. Selain
itu karena Informasi Geospasial Tematik (IGT) yang dibangun tidak
merujuk pada satu sumber rujukan Peta Dasar (Peta Rupabumi). Bisa dipastikan selama
Informasi Geospasial Tematik tidak merujuk pada Peta Dasar yang dibangun oleh
instansi yang berkompeten dan berkewenangan dalam hal ini Badan Informasi Geospasial
(BIG) maka Informasi Geospasial Tematik yang dibangun tersebut akan menimbulkan
kesimpangsiuran.
One Map
Policy adalah amanat Undang-Undang Nomor
4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (IG). Informasi Geospasial
diselenggarakan berdasarkan asas kepastian hukum, keterpaduan, keterbukaan,
kemutakhiran, keakuratan, kemanfaatan, dan demokratis. Undang-Undang ini
bertujuan untuk mewujudkan penyelenggaraan Informasi Geospasial yang berdaya
guna dan berhasil guna melalui kerja sama, koordinasi, integrasi, sinkronisasi,
dan mendorong penggunaan Informasi Geospasial dalam penyelenggaraan
pemerintahan dan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. BIG sebagai
penyelenggara Informasi Geospasial Dasar yaitu Jaring Kontrol Geodesi dan Peta
Dasar yang menjadi acuan untuk menjamin keterpaduan informasi nasional. BIG
mengintegrasikan berbagai peta yang dimiliki sejumlah instansi pemerintah ke
dalam satu peta dasar (One Map).
Konsep One Map
Policy adalah untuk menyatukan seluruh informasi peta yang diproduksi oleh
berbagai sektor ke dalam satu peta secara integratif , dengan demikian tidak
terdapat perbedaan dan tumpang tindih informasi dalam peta yang mana ditetapkan
oleh satu lembaga dalam hal ini BIG untuk ditetapkan sebagai one reference, one standard, one database,
dan one geoportal.
Informasi geospasial (IG) yang akurat dan mutahir akan membantu pemerintah dalam membuat kebijakan. Menurut Ketut Wikantika, Guru Besar Program Studi Teknik Geodesi dan Geomatika Institut Teknologi Bandung (ITB), dengan memanfaatkan informasi geospasial, penyelenggaraan pemerintah menjadi lebih efektif, termasuk dalam tata kelola asset daerah dan desa.
Kepala BIG, Dr. Priyadi Kardono, M.Sc. mengatakan bahwa "One Map Policy" diyakini akan dapat mendukung kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan yang efektif dan efisien termasuk di dalamnya pengawasan dan pengelolaan lingkungan. Deforestasi yang tidak terkendali salah satunya adalah karena tidak tersedianya peta atau informasi geospasial yang terintegrasi pada setiap kementerian dan lembaga, sehingga terjadi tumpang tindih dalam pemberian ijin usaha. Permasalahan ini sangat terkait dengan pemetaan tataruang daerah. Keterbatasan ketersediaan informasi geospasial dan sumberdaya manusia yang memahami informasi geospasial dan analisis keruangan menjadi salah satu penyebab utama dari rendahnya kualitas penataan ruang.
2.
Katalog Fitur Dataset (KFD)
Katalog Fitur Dataset adalah sebuah standar yang
dibuat untuk memproduksi, mendistribusikan, maupun yang menggunakan data
geospasial, baik data geospasial saja maupun data geospasial yang dikaitkan
dengan data non-geospasial. Cakupan penggunaan katalog ini meliputi sistem
informasi geografis, sistem yang mendukung pengambilan keputusan, data untuk
pemodelan, perencanaan sumber daya dan manajemen, otomatisasi pemetaan, dan geo-engineering. Selain itu Katalog
Fitur Dataset juga bisa didefisikan sebagai suatu sistem yang berisi fitur dan atribut yang dapat
digunakan oleh produsen dan pengguna informasi geografis dalam membangun
struktur data spasial. Katalog Fitur Data Set
(KFD) diperlukan untuk meningkatkan diseminasi, berbagi-pakai, dan pemanfaatan
data geografis melalui sebuah pemahaman yang lebih baik akan isi dan makna dari
data tersebut.
Katalog ini merupakan suatu sistem yang berisi fitur
dan atribut yang dapat digunakan oleh produsen dan pengguna informasi geografis
dalam membangun struktur data spasial. Tujuan penyusunan katalog fitur dataset adalah
untuk mempermudah terwujudnya penggunaan data bersama maupun pertukaran data
antara produsen dan pengguna data spasial atau antarpemangku kepentingan.
Katalog fitur
memuat seluruh dataset fundamental yang termuat dalam duabelas kategori, yaitu
Referensi Spasial, Batas Wilayah, Transportasi, Hidrografi, Hipsografi,
Vegetasi, Lingkungan Terbangun, Utilitas, Geologi, Tanah, Toponimi, dan Dataset
Khusus.
Manfaat Katalog Fitur Dataset diantaranya, meningkatkan
pemahaman dan penggunaan informasi geografis, meningkatkan integrasi dan sharing
informasi geografis dalam format digital antarpemangku kepentingan (stakeholders),
dan mendukung analisis spasial dan
atribut dalam Sistem Informasi Geografis (SIG).
3.
Katalog Fitur Dataset dalam konteks Infrastruktur Data
Spasial di Indonesia beserta review dan
tinjauan peluang dan tantangan.
Katalog Fitur Dataset yang membuat adalah BIG. Pada
tahun 2010 terdapat Buku Katalog Fitur Dataset Fundamental yang diterbitkan
oleh Pusat Sistem Jaringan dan Standardisasi Data Spasial dimana BIG masih
dengan nama Bakosurtanal. Hingga pada tahun 2013 Pusat Pengelolaan dan
Penyebarluasan Informasi Geospasial BIG mengeluarkan Standar Katalog Fitur
Dataset dengan nama Katalog Unsur Geografi. Pada intinya implementasi
pengolahan data dan informasi geospasial dengan mengacu pada Katalog Fitur Dataset
akan mempermudah pertukaran data dan pemanfaatan informasi geospasial digital
antar pemangku kepentingan yang terhubung dalam infrastruktur data spasial
nasional.
Peluang yang ada saat ini adalah keterbutuhan akan
suatu standar yang mendukung kebijakan dari pemerintah dalam pembangunan
nasional yang berkelanjutan. Dengan adanya Infrastruktur Data Spasial sangat
tepat menjadi solusi untuk penataan Infrastruktur Spasial di Indonesia yang
hingga saat ini masih banyak kesimpangsiuran diantara lembaga maupun instansi.
Tantangan yang ada saat ini adalah Katalog Fitur
Dataset masih terlalu sulit untuk diimplementasikan karena sumber daya manusia
yang masih kurang. Peningkatan sumber daya manusia untuk bisa sepenuhnya
mengimplementasikan Katalog Fitur Dataset dalam Infrastruktur Data Spasial
sangat diperlukan; Masih banyak yang beranggapan bahwa manfaat utama yang
didapatkan hanya untuk beberapa pengguna saja, belum menjadi kesadaran bersama
seluruh bangsa Indonesia akan pentingnya kebijakan ini; Memerlukan biaya yang
cukup mahal untuk mengimplementasikan kebijakan ini, peran serta pemerintah
sangat dibutuhkan disini untuk kesuksesan penyelenggaraan Infrastruktur Data
Spasial; dan perlu waktu yang panjang untuk menjadikan kebijakan ini interoperability karena masih sedikit
yang mengimplementasikan Katalog Fitur Dataset.
4.
Implementasi Katalog Fitur Dataset dalam Peta.
Prasyarat :
a.
Memanfaatkan UML FDS BIG
b.
Memperlihatkan hasil integrasi dan contoh query (Atribut/Spasial)
Berikut langkah-langkah yang dilakukan penulis dalam
pengimplementasian Katalog Fitur Dataset dalam Peta :
1.
Download Peta
dalam bentuk vektor melalui http://portal.ina-sdi.or.id/ (Pada laporan ini
menggunakan Kategori Lingkungan Terbangun dengan lebih spesifik pada
subkategori Permukiman di wilayah Semarang)
Gambar 1.
Tampilan website http://portal.ina-sdi.or.id/
2.
Selanjutnya lakukan Add Data. Misal
layer yang di masukkan adalah Permukiman. Lalu kita memanfaatkan geodatabase
(gdb) Tempat Tinggal dari BIG, untuk dilakukan integrasi dengan layer
permukiman yang sudah dimasukkan.
a.
Dengan menggunakan KFD dalam
geodatabase lebih mudah karena setelah dilakukan integrasi dengan sendirinya
sudah menyesuaikan dengan standar UML FDS dari BIG.
Gambar 2.
UML Pemukiman
Nama |
Tabel sebelum Integrasi |
Tabel setelah Integrasi |
Tempat
Tinggal |
b.
Dalam geodatabase sudah terdapat
fungsi relasi yang memudahkan kita dalam penyusunan atribut sesuai dengan hasil
kondisi lapangan (dalam laporan ini tempat tinggal). Seperti pada gambar
dibawah ini dimana field Fungsi
Bangunan hanya dengan melakukan klik pada kolom untuk memilih yang sesuai
dengan KFD dari BIG.
Gambar 3.
Tabel saat dilakukan penyusunan atribut
c.
Ada sejumlah 1226 area permukiman
di wilayah Semarang. Dimana tugas ini bertujuan untuk memperlihatkan hasil
integrasi dalam bentuk peta yang dapat menunjukkan keuntungan penggunaan KFD.
Maka tidak dilakukan survey lapangan untuk mengetahui secara langsung Nama
Obyek, Fungsi Bangunan, dan Hunian. Sehingga sebatas melakukan asumsi untuk
tercapai tujuan dari tugas ini. Asumsi yang dilakukan adalah ObjectID 1-300
Fungsi Hunian dan Bangunan termasuk Rumah Tinggal Tunggal, ObjectID 301-600
Fungsi Hunian dan Bangunan termasuk Rumah Tinggal Deret, ObjectID 601-900 Fungsi Hunian dan Bangunan
termasuk Rumah Tinggal Susun, ObjectID 901-1226 Fungsi Hunian dan Bangunan
termasuk Rumah Tinggal Sementara.
Gambar 4.
Proses penyusunan atribut
Gambar 5.
Hasil akhir tabel setelah integrasi peta dan
penyusunan atribut
Gambar 6.
Hasil akhir peta area permukiman di Semarang
d.
Berikut contoh Query (atribut/
spasial) yang menunjukkan manfaat dari penggunaan KFD. Misal akan mencari area
permukiman dengan fungsi bangunan “Rumah Tinggal Tunggal”. Melalui KFD kita
bisa lebih mudah dalam proses pencarian klasifikasi yang diperlukan.
Daftar
Pustaka
Wujudkan
One Map Policy. melalui
diakses pada rabu, 28 Oktober 2015. Pukul. 21.32 WIB
One Map Policy : Suatu
Kebutuhan untuk Penyelenggaraan Pemerintahan yang Efisien dan Efektif. melalui
diakses pada rabu, 28 Oktober 2015. Pukul. 21.55 WIB
One Map Policy Dukung
Pengawasan dan Pengelolaan Lingkungan.
melalui
http://www.bakosurtanal.go.id/berita-surta/show/-one-map-policy-dukung-pengawasan-dan-pengelolaan-lingkungan
diakses pada rabu, 28 Oktober 2015. Pukul. 22.12 WIB
Buku Katalog Fitur Dataset
Fundamental Bakosurtanal tahun 2010..
Undang-Undang No.4 Tahun
2011 tentang Informasi Geospasial.
Buku Petunjuk Teknis
Pembangunan Simpul Jaringan tahun 2014.
Yogyakarta. 2015.
No comments:
Post a Comment