navigasi

Tuesday, March 21, 2023

Tugas Infrastruktur Data Spasial - SEJARAH PEMBANGUNAN IDS DI INDONESIA

 

PENDAHULUAN

Infrastruktur Data Spasial (IDS) merupakan sebuah usaha terkoordinasi untuk memfasilitasi pencarian, tukarguna, berbagi, pemanfaatan data dan informasi geospasial oleh para pengguna data spasial. Infrastruktur Data Spasial diselenggarakan pada level lokal, nasional, regional dan global untuk berbagai keperluan misalnya untuk mendukung pembangunan berkelanjutan dan tata kelola pemerintahan melalui kesepakatankesepakatan dalam pengaturan dan pemanfataan standar teknologi, kebijakan, dan institusi yang kompeten. Saat ini di Indonesia secara resmi menggunakan istilah Infrastruktur Informasi Geospasial (IIG), dimana memiliki pengertian yang sama dengan Infrastruktur Data Spasial.

Data dan Informasi geospasial berperan penting dalam pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan yang melibatkan informasi geospasial tidak hanya bidang keteknikan, tetapi aspek ekonomi, lingkungan, politik, dan sosial juga memerlukan (McDougall, Rajabifard, dkk., 2005b). Sekitar 80% kegiatan yang dilakukan pemerintah daerah melibatkan komponen spasial (O'Looney, 2000) misalnya, dibidang kebencanaan, pemerintah daerah dapat mengurangi resiko bencana dengan menggunakan data geospasial untuk menyusun mitigasi bencana (Sutanta, Bishop, dkk., 2010a; The Incheon Declaration, 2009).

Pembangunan Infrastruktur Data Spasial Nasional (IDSN) yang merupakan misi survei dan pemetaan nasional dilaksanakan untuk mengatasi permasalahan-permasalahan mendasar yang berkaitan dengan survei dan pemetaan di Indonesia. Salah satu permasalahannya adalah belum tersedianya suatu sistem yang dapat memberikan informasi tentang ketersediaan data spasial yang dapat diakses dengan mudah oleh para pengguna data. Kita sepakati bersama bahwa terpeliharanya data dan informasi spasial nasional akan memberikan dampak dalam optimalisasi pemanfaatan data spasial yang telah diproduksi oleh berbagai instansi pemerintah dan swasta baik di tingkat pusat maupun daerah. Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan pembangunan suatu sistem yang dapat menangani pengelolaan data dan informasi spasial sehingga pemanfaatan produk data spasial tersebut dapat lebih ditingkatkan secara efisien, efektif, dan terpadu.

Indonesia termasuk negara yang masuk dalam kategori pengadopsi awal konsep Infrastruktur Data Spasial (IDS) (Masser, 1998). Implementasi IDS selalu diawali dengan pemanfaatan data geospasial yang intensif dan meluas menggunakan Sistem Informasi Geospasial (SIG). Inisiatif Infrastruktur Data Spasial Nasional (IDSN) terintis sejak tahun 2000.  Namun demikian, kemajuan yang bersifat kelembagaan tampak belum cukup baik. Pemanfaatan SIG, baik dalam konteks individu instansi ataupun dalam konteks Infrastruktur Data Spasial belum tersebar secara meluas dan dalam tingkat implementasi yang seragam.

Melihat perkembangan Infrastruktur Data Spasial di Indonesia saat ini terlihat cukup lambat apalagi kita sebagai pengadopsi awal konsep Infrastruktur Data Spasial, seharusnya pengimplementasian IDS sudah lebih dari 50% seluruh Indonesia. Berdasarkan hal tersebut sangat diperlukan pembahasan mengenai Sejarah Pembangunan IDS di Indonesia agar menegaskan bahwa Indonesia sebagai pengadopsi awal konsep Infrastruktur Data Spasial dan tentunya mengetahui sejarah perkembangan Infrastruktur Data Spasial dari awal hingga saat ini.

 

PEMBAHASAN

Proses akuisisi, penyediaan, penggunaan, tukar guna, dan perawatan data geospasial merupakan kumpulan proses yang mahal dan kompleks. Visi ”created once, used many times” di dunia geospasial mulai digemakan sejak akhir dekade 1970an. Pada saat itu otoritas Badan Survei Pemetaan Nasional di berbagai negara menghadapi masalah dengan minimnya koordinasi dan standardisasi pengumpulan dan penggunaan Data Geospasial. Koordinasi dan standarisasi diperlukan untuk menekan biaya pekerjaan survei pemetaan sehingga pekerjaan yang  tumpang tindih dan tidak perlu dapat dihindari. Tiga dekade kemudian, inisiatif ini dikenal sebagai Infrastruktur Data Spasial. (Petunjuk Teknis Pembangunan Simpul Jaringan, 2014).

            Dimulai sejak tahun 1980an di Kanada (Groot and McLaughlin, 2000), kebutuhan akan tukar guna data antar institusi secara vertikal dan horizontal telah mendorong terwujudnya inisiatif penyediaan mekanisme akses dan guna data geospasial yang terkoordinasi. Sejak pertengahan 1990an, inisiatif Infrastruktur Data Spasial (baik lokal, nasional, maupun regional) sudah dikembangkan menjadi agenda nasional di lebih dari 100 negara (Crompvoets and Bregt, 2006). Selain manfaat tukar guna data dan dari sisi ekonomi, dengan adanya IDS kemungkinan untuk berbagi ongkos produksi dan perawatan, serta berkurangnya redundansi data menjadi lebih mudah diwujudkan.

            Salah satu elemen utama dari IDSN masing-masing negara adalah clearinghouse (Crompvoets dkk, 2002). Sejak tahun 1994 perkembangan dalam pelaksanaan clearinghouse atau geoportal sangat cepat terjadi di seluruh dunia. Global Spatial Data Infrastructure Association (GSDI) merupakan sebuah organisasi, lembaga, perusahaan, dan individu dari seluruh dunia yang mempromosikan kerjasama internasional dan kolaborasi dalam mendukung pembangunan infrastruktur data spasial lokal, nasional, dan internasional yang akan memungkinkan negara dan warga negara mereka untuk menangani masalah-masalah sosial, ekonomi, dan lingkungan. Diharapkan dengan adanya GSDI perkembangan IDS secara global dapat dijalankan dengan baik.

            Inisiatif Infrastruktur Data Spasial Nasional (IDSN) terintis sejak tahun 2000, melalui badan pemerintahan yang bertanggung jawab mengenai survey dan pemetaan nasional ketika itu yang bernama Badan Koordinator Survey dan Pemetaan Nasional (Bakorsurtanal), dimana lembaga ini telah diamandemen berdasarkan UU No.4 tahun 2011 mengenai Informasi Geospasial menjadi Badan Informasi Geospasial (BIG). Pada tahun 2000, Bakorsurtanal melakukan Rapat koordinator Nasional (Rakornas) yang menghasilkan visi “Menciptakan Inisiatif Infrastruktur Data Spasial Nasional (IDSN) yang andal di Indonesia”. Selanjutnya pada 25-26 Juni 2007 di Jakarta berlangsung Rapat Koordinasi Nasional Infrastruktur Data Spasial Nasional (Rakornas-IDSN). Inisiatif Infrastruktur Data Spasial Nasional (IDSN) di Indonesia ini tidak terlepas dari penyelenggaraan spatial data sharing yang diinisiasi oleh Federal Geographic Data Committee (FGDC) pada tahun 1994 di Amerika melalui The USA Executive Order yang dikeluarkan oleh Presiden Amerika Bill Clinton ketika itu. Permasalahan yang dialami oleh Amerika saat itu adalah tersebarnya data spasial pada berbagai institusi, baik pemerintahan maupun lembaga swasta ataupun perseorangan mengakibatkan sulitnya memperoleh akses data spasial yang diinginkan.

Walaupun inisiasi Infrastruktur Data Spasial Nasional (IDSN) di Indonesia dilakukan tahun 2000, namun aksi nyata keseriusan pemerintah terhadap kepedulian akan pentingnya sharing data spasial untuk pembangunan baru terlihat pada tahun 2007 dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden No. 85 tahun 2007 tentang Jaringan Data Spasial Nasional (JDSN), dimana setelahnya terdapat amandemen dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden No. 27 tahun 2014 tentang Jaringan Informasi Geospasial Nasional (JIGN). Tahun 2007 BIG masih dengan nama Bakosurtanal menerima mandat dari pemerintah untuk mengkoordinasikan pengembangan Ina-SDI (Infrastruktur Data Geospasial Indonesia). Saat itu model operasional Ina-SDI akan diaktualisasikan dalam waktu dua tahun di bawah Ina-SDI Proyek Pengembangan. Model ini dimaksudkan untuk menetapkan kebijakan operasional interoperabilitas data dasar geospasial, peningkatan kapasitas, dan mode jaringan interkoneksi diantara Lembaga Pemerintah.  Langkah maju keseriusan ini terjadi salah satunya setelah Indonesia mengalami bencana nasional bertubi-tubi, yaitu : bencana tsunami Aceh pada tanggal 26 Desember 2004 dan gempa bumi Yogyakarta pada tanggal 27 Mei 2006. Disaat itu, pemerintah Indonesia melalui Bakorsurtanal dan BPN bekerjasama dengan LSM-LSM yang bergerak di bidang pengelolaan sistem informasi data spasial melakukan pemetaan ulang kepemilikan tanah dan bangunan korban bencana. Secara umum, Bakorsurtanal, BPN, dan LSM-LSM ini mengalami kesulitan pemetaan dikarenakan rekam jejak data spasial tersebut banyak yang hilang. Kejadian tersebut menyadarkan pemerintah Indonesia akan pentingnya sharing data spasial.

Infrastruktur Data Spasial Nasional (IDSN) yang merupakan misi survei dan pemetaan nasional dilaksanakan untuk mengatasi permasalahan-permasalahan mendasar yang berkaitan dengan survei dan pemetaan di Indonesia. Pembangunan clearinghouse atau geoportal yang merupakan bagian dari IDSN di Indonesia ditangani oleh pemerintah melalui Badan Informasi Geospasial (BIG). Geoportal di Indonesia diberi nama Ina-Geoportal (Indonesia-Geospatial Portal). Ina-Geoportal adalah Portal Geospasial Indonesia yang dibangun dengan partisipasi berbagai kementerian dan lembaga serta pemerintah daerah di Indonesia. Ina-Geoportal diluncurkan pada tanggal 17 Oktober 2011 dalam acara Geospasial untuk Negeri oleh BIG di Sasana Budaya Ganesha, Institut Teknologi Bandung. Sedangkan pengertian geoportal itu sendiri adalah portal khusus yang berhubungan dengan layanan pencarian dan penggunaan data spasial melalui media internet.

            Hingga saat ini proses pengembangan pembangunan Infrastruktur Data Spasial Nasional terus dilakukan dari tingkat daerah hingga pusat. Seperti yang kita ketahui tahun 2013 Badan Informasi Geospasial menerbitkan Panduan Pembangunan Simpul Jaringan dan tahun 2014 Petunjuk Teknis Pembangunan Simpul Jaringan. Ini merupakan rangkaian proses yang dilakukan pemerintah untuk terbangunnya IDSN yang akan membantu pengelolaan Data Geospasial (DG) dan Informasi Geospasial (IG) dengan lebih baik. DG dan IG yang akurat dapat mudah ditemukan dan selanjutnya digunakan secara bersamasama sehingga nilai manfaatnya bagi pembangunan nasional dapat maksimal.  


KESIMPULAN 

1.     Indonesia termasuk negara yang masuk dalam kategori pengadopsi awal konsep Infrastruktur Data Spasial (IDS) (Masser, 1998). Inisiatif Infrastruktur Data Spasial Nasional (IDSN) terintis sejak tahun 2000, dimana Bakorsurtanal melakukan Rapat koordinator Nasional (Rakornas) yang menghasilkan visi “Menciptakan Inisiatif Infrastruktur Data Spasial Nasional (IDSN) yang andal di Indonesia”.

2.     Keseriusan pemerintah terhadap kepedulian akan pentingnya sharing data spasial untuk pembangunan baru terlihat pada tahun 2007 dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden No. 85 tahun 2007 tentang Jaringan Data Spasial Nasional (JDSN), dimana setelahnya terdapat amandemen dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden No. 27 tahun 2014 tentang Jaringan Informasi Geospasial Nasional (JIGN).

3.     Pembangunan clearinghouse atau geoportal yang merupakan bagian dari IDSN di Indonesia ditangani oleh pemerintah melalui Badan Informasi Geospasial (BIG). Geoportal di Indonesia diberi nama Ina-Geoportal (Indonesia-Geospatial Portal). Ina-Geoportal adalah Portal Geospasial Indonesia yang dibangun dengan partisipasi berbagai kementerian dan lembaga serta pemerintah daerah di Indonesia. Ina-Geoportal diluncurkan pada tanggal 17 Oktober 2011 dalam acara Geospasial untuk Negeri oleh BIG di Sasana Budaya Ganesha, Institut Teknologi Bandung.

 

DAFTAR PUSTAKA

Amhar, Fahmi. 2007. Infrastruktur Data Spasial Nasional.  Melalui

http://www.fahmiamhar.com/2007/08/infrastruktur-data-spasial-nasional.html

diakses pada rabu, 28 Oktober 2015. Pukul. 21.30 WIB

Pengembangan Infrastruktur Data Spasial Nasional. Melalui

http://ristek.go.id/?module=News%20News&id=7952 

diakses pada kamis, 29 Oktober 2015. Pukul. 11.34 WIB

Petunjuk Teknis Pembangunan Simpul Jaringan tahun 2014.

Yudono, Adi Pandang. 2014. Portal Data Indonesia, Infrastruktur Data Spasial Nasional

(IDSN) dan Pembangunan Berkelanjutan. Melalui

http://www.kompasiana.com/adipandang/portal-data-indonesia-infrastruktur-data-spasial-nasional-idsn-dan-pembangunan-berkelanjutan_54f98570a3331140548b482e

diakses pada rabu, 28 Oktober 2015. Pukul. 21.45 WIB


No comments: